Penaklukan Wahanten Girang
Sebelum berwujud sebagai suatu kesultanan, wilayah Banten termasuk bagian dari kerajaan Sunda Pajajaran. Agama resmi kerajaan ketika itu adalah agama Hindu. Pada awal abad ke-16 M, yang berkuasa di Banten adalah Prabu Pucuk Umum dan anaknya yang bernama Prabu Seda, dengan pusat pemerintahan Kabupaten di Banten Girang (Banten Hulu) di bagian pedalaman. Dan lokasi Surosowan (Banten Lor) hanya berfungsi sebagai kota pelabuhan (Jakarta.go.id, 2010).
Dalam kitab Carita Parahyangan disebutkan sebuah kota berdiri dengan nama Wahanten Girang yang dapat dikaitkan dengan nama Banten lama (de Graaf&Pigeaud. 1989:147), yang merupakan tempat kedudukan pengusaha Sunda sebelum didirikannya kerajaan baru oleh Maulana Hasanuddin, sultan Banten Pertama (Untoro, 2007:26).
Kala itu, Padjajaran merupakan satu-satunya kerajaan Hindu yang masih eksis di Pulau Jawa. Para wali menggelar perundingan dan memutuskan untuk menguasai Banten terlebih dahulu. Sebab, Banten merupakan pintu gerbang untuk masuk ke Jawa Barat. Pada tahun 1525 M, atas perintah dari Sultan Trenggono dari kerajaan Demak, pasukan gabungan dari Kesultanan Demak dan Cirebon bersama laskar-marinir yang dipimpin oleh Fatahillah (Demak) dan Maulana Hasanuddin menyerbu Kadipaten Banten Girang yang bercorak Hindu. Pasukan gabungan itu tidak mengalami kesulitan dalam menguasai Banten.
Michrob dan Chudari (dalam Lubis, 2003:28) menyebutkan bahwa Hasanuddin berhasil mengalahkan Prabu Pucuk Umun di Wahanten Girang (Banten Girang) pada tahun 1525. Kemudian atas petunjuk Sunan Gunung Jati. Hasanuddin memindahkan pusat pemerintahan kota Banten, yang tadinya berada di pedalaman Banten Girang (Tiga kilometer dari kota Serang) ke dekat pelabuhan Banten. Hal ini terjadi pada tanggal 1 Muharram tahun 933 Hijriah yang bertepatan 8 Oktober 1526. Secara strategi perang, Padjajaran memang kalah oleh Demak dan Cirebon, sehingga Syarif Hidayatullah berani menempatkan anaknya, Maulana Hasanuddin di Banten.
Kerajaan Banten bercorak Islam didirikan karena Kesultanan Cirebon mendengar informasi adanya perjanjian antara Portugis dengan Kerajaan Padjajaran yang berencana membangun benteng di Sunda Kelapa (Jakarta). Konon, Portugis dan Padjajaran berniat untuk menghambat penyebaran Islam di bagian barat Pulau Jawa.
EmoticonEmoticon