SEJARAH SINGKAT KESULTANAN BANTEN: ABAD XVI-XIX M ( "PRANATA EKONOMI" Sistem Perdagangan )


Sistem Perdagangan

Untuk memajukan perdagangan Banten maka Sultan Ageng Tirtayasa harus mematahkan Sistem Monopoli Belanda terlebih dahulu, karena sistem inilah yang menutup pintu perdagangan dengan manapun. Berbeda dengan VOC yang menganut sistem monopoli, Banten menganut sisstem perdagangan bebas. Aturan perdagangan dibuat lebih menarik, terutama bagi pedagang-pedagang Eropa. Pedagang-pedagang India, Cina Arab datang membanjiri pelabuhan Banten, Setelah mereka diusir oleh Belanda dari Malaka dan dari Makassar. Demikian pesatnya perdagangan Banten Hingga memberanikan Sultan Ageng menuntut kepada VOC untuk mengambil bagian dalam perdagangan rempah-rempah di Maluku dan Malaka (Untoro, 2007).

Transaksi yang terjalin di perdagangan Banten sudah berorientasi ekonomi pasar, sehingga dikenal pasar Konkrit (nyata) dan pasar Abstrak. Pasar Konkrit menampung barang-barang kebutuhan sehari-hari yang diperjual belikan secara langsung di pasar yang diselenggarakan setiap harinya. Dengan demikian pada pasar konkrit berlangsung pasar barang konsumsi dan pasar sumber daya produksi. Sedangkan, pada pasar Abstrak calon penjual menawarkan barang barang melalui contoh yang sudah ditentukan jenis dan kualitasnya. Bentuk persaingan dagang yang terjadi adalah jenis pasar persaingan Monopoli dan Monopsoni. Bukti tentang hal ini berlaku pada perdagangan lada, karena penawaran dan penjualan serta harga jual yang ditentukan oleh pihak pemerintah, dan penawaran serta permintaan akan komoditas ini dikuasai oleh kelompok-kelompok tertentu, dalam hal ini adalah para pedagang asing. Sehingga pasar monopoli ini bersifat oligopoli. Pernah pula berlangsung pembelian lada yang dikuasai hanya oleh pedagang Cina dan Belanda, yang melukiskan praktik monopsoni berlangsung.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »